Thursday, February 23, 2017

Kisah Legenda Nini Pelet Sang Ratu Pelet

Pengetahuan Pelet serta Pengasihan yaitu langkah supranatural yang dikerjakan dengan tirakat batin atau memakai benda-benda tambah energi, bertuah atau memiliki kandungan kemampuan magis untuk memikat atau bikin orang yang diinginkan kagum serta jatuh cinta pada si pengamal pengetahuan pelet. Pengetahuan pelet pada awalnya nampak di tanah jawa tidak terlepas dari narasi rakyat atau legenda Nyi Pelet. Dalam legenda nyi pelet senantiasa dihubungkan dengan Ki Buyut Mangun Tapa serta kitab mantra asmara punya Ki Buyut Mangun Tapa, tetapi lantaran kelalaian Ki Buyut Mangun Tapa, kitab mantra asmara itu sukses diambil oleh Nyi pelet, Sang Penguasa Gunung Ciremai.(Baca Juga Solusi Pengasihan Pelet Ampuh Ning Asmara)

Legenda Nyi Pelet di Gunung Ciremai sendiri telah menaruh banyak misteri serta kemampuan gaib yang dapat kita rasakan dayanya saat pertama kalinya masuk ruang pegunungan itu. Ajian pelet yang populer di dalam Kitab Mantra asmara yaitu ajian pelet jaran goyang. Ajian pelet jaran goyang ini telah di kenal legendaris dikalangan paranormal serta beberapa orang pencari pengetahuan pelet serta pengasihan. Tetapi sayang, sejak kitab ini ada di tangan Nyi Pelet, ajian pelet jaran goyang disalahgunakan olehnya untuk memikat pria-pria muda untuk jadikan kekasihnya serta kemudian nyawanya percuma lantaran jadikan tumbal untuk kecantikannya yang tetaplah kekal walau usianya telah beberapa ratus th..

Di dalam legenda Nyi Pelet, Ki buyut mangun tapa yang kalah waktu bertarung memperebutkan Kitab Mantra Asmara dengan Nyi pelet pada akhirnya meninggal dunia serta dimakamkan di Desa Mangun Jaya, Daerah Indramayu. Awalannya Nyi Pelet cuma menelurkan serta mewariskan Ajian pelet jaran goyang pada Paranormal-paranormal hitam sebagai sekutunya. Tetapi saat ini semua isi dari Kitab mantra Asmara telah dapat dipelajari oleh beberapa orang yang miliki daya linuwih serta kemampuan spiritual tingkat tinggi, terutama ahli spiritual.

Tiap-tiap orang dapat mempunyai pengetahuan pelet pengasihan bila ingin belajar serta mengabdikan diri qona’ah pada Sang Pencipta, lantaran sejatinya sang pencipta telah membuat pengetahuan pengasihan dalam diri manusia, seperti rasa cinta kasih, welas asih serta rasa rindu. Itu semuanya yaitu akar dari pengetahuan pengasihan ini sendiri, diluar itu pengetahuan pengasihan manusia juga dikuatkan karenanya ada sedulur papat limo pancer, yang lahir serta hidup menemani manusia. Yang disebut sedulur papat limo pancer yaitu kerabat yang lahir ketika seseorang bayi suci dilahirkan dari rahim ibu, yakni kakang kawah (Air kawah bertindak sebagai kakak atau saudara tertua), Adi Ari-Ari (plasenta bayi Bertindak sebagai Adik dari sang bayi), Getih (darah yang melekat ditubuh bayi itu), Wudel (pusar yang baru dapat diputus sesudah bayi berumur selapan atau 36 hari)

Dengan sempurnanya Tuhan membuat manusia alangkah sebaiknya kita senantiasa bermunajad, berbaik kira pada Tuhan Pencipta alam semesta, Walau saat ini belum diketemukan dengan jodohnya, selelu beikhtiarlah dengan jalan keluar pengasihan ampuh.

Sunday, December 25, 2016

Legenda Jawa Barat Kisah Sangkurian dan Terbentuknya Tangkuban Perahu

LUASNYA wilayah Indonesia membuat Negara ini kaya akan berbagai hal, mulai dari kuliner, seni sampai ke cerita rakyat. Salah satu cerita rakyat yang terkenal di negeri ini ialah cerita tentang Sangkuriang. Legenda yang berasal dari tatar Sunda ini menceritakan bagaimana terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu dan beberapa gunung yang mengelilingi Kota Bandung.

Konon, di kahyangan ada sepasang dewa dewi yang melakukan kesalahan sehingga keduanya dihukum oleh Sang Hyang Tunggal turun ke bumi dan dikutuk menjadi hewan. Sang dewa dikutuk menjadi anjing dengan nama Si Tumang dan sang dewi dikutuk menjadi babi hutan dengan nama Wayung Hyang. Suatu hari babi hutan itu kehausan dan meminum air yang ditemukannya di hutan dalam sebuah batok kelapa.

Ia tak tahu kalau air itu sebenarnya air seni Raja Sungging Perbangka yang kebelet waktu berburu di hutan. Ajaibnya, babi itu pun hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Namun, Wayung Hyang meninggalkan bayi cantik ini di tengah hutan yang kemudian ditemukan oleh sang raja, tanpa ia ketahui bahwa bayi tersebut adalah anaknya. Akhirnya, sang Raja membawa bayi cantik ini ke keraton untuk dibesarkan. Bayi tersebut diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati.

Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik sehingga banyak pria yang ingin meminangnya. Namun, Dayang Sumbi tidak tertarik pada semua pinangan tersebut hingga terjadi peperangan karena berebut ingin mendapatkan Dayang Sumbi. Dayang Sumbi pun kemudian meminta kepada sang Ayah untuk pergi mengasingkan diri ke sebuah bukit dengan ditemani seekor anjing jantan, yaitu si Tumang. Selama pengasingannya, ia mengisi waktu dengan menenun. Satu waktu, saat Dayang Sumbi sedang asyik menenun di atas bale-bale, torak yang digunakannya jatuh ke bawah. Karena ia merasa malas untuk mengambilnya, ia hanya berkata “Siapa saja yang bisa mengambilkan torak itu, bila laki-laki akan saya jadikan suami, dan bila perempuan akan saya jadikan saudara”.

Di luar dugaan ternyata yang mengambilkan torak itu adalah Si Tumang. Dayang Sumbi pun harus memenuhi janjinya dan menikah dengan Si Tumang yang sebenarnya ia adalah seorang dewa yang tampan dan gagah. Raja yang mendengarnya merasa malu hingga Dayang Sumbi kembali diasingkan ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Namun, pada malam bulan purnama, Dayang Sumbi terkejut karena si Tumang berubah ke wujud aslinya.

Ia sempat tak percaya dan menganggap itu hanyalah mimpi sampai akhirnya Dayang Sumbi hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan. Mereka memberi nama anak laki-laki itu Sangkuriang. Maka, ia pun tumbuh menjadi laki-laki tampan dan kuat. Suatu hari, Dayang Sumbi yang sedang ingin makan hati menjangan (kijang) menyuruh Sangkuriang untuk berburu sambil ditemani Si Tumang.

Tapi setelah sekian lama pergi ke hutan, ia tak menemukan satu hewan pun. Sampai akhirnya ia melihat seekor babi hutan yang sedang lari, ia pun menyuruh Si Tumang untuk mengejarnya. Namun Si Tumang hanya diam saat melihat babi hutan tersebut, karena ia tahu babi hutan itu adalah Wayung Hyang yang sebenarnya nenek dari Sangkuriang. Kesal melihat Si Tumang yang diam saja, Sangkuriang pun menakut-nakuti Si Tumang dengan panahnya, tapi ternyata anak panah itu terlepas dan mengenai Si Tumang. Sangkuriang yang kebingungan dan belum dapat hewan buruan, langsung menyembelih Si Tumang dengan mengambil hatinya untuk diberikan ke ibunya.

Dayang Sumbi sangat senang bisa makan hati hasil buruan anaknya. Tapi setelah mengetahui hati yang dimakannya ialah hati Si Tumang, ia sangat marah karena sebenarnya si Tumang adalah ayah Sangkuriang. Saking marahnya ia memukul Sangkuriang dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sampai kepala Sangkuriang terluka dan berdarah. Sangkuriang yang tidak mengetahui kalau Tumang adalah ayahnya, ketakutan melihat sang ibu marah besar. Sangkuriang pun pergi meninggalkan rumah dan tak kembali pulang ke rumah. Dayang Sumbi merasa bersalah telah membuat anaknya pergi dari rumah.

Ia hanya bisa berdoa kepada Sang Hyang Tunggal untuk dipertemukan kembali dengan anak semata wayangnya. Setelah pergi meninggalkan rumahnya, Sangkuriang sendiri pergi mengembara sambil berguru pada banyak petapa sakti, sehingga kini ia menjadi pemuda yang kuat, sakti dan gagah perkasa. Setelah beberapa lama mengembara ke berbagai tempat, tanpa Sangkuriang sadari, ia tiba di tempat Dayang Sumbi, tempat di mana ia dibesarkan. Di sana ia bertemu dengan putri cantik yang tanpa ia ketahui bahwa putri tersebut adalah ibu kandungnya, Dayang Sumbi.

Kecantikan Dayang Sumbi didapatkan dari hasil tapanya selama ia ditinggal Sangkuriang. Selama itu pun, Dayang Sumbi hanya memakan tanaman mentah sehingga ia terlihat awet muda. Mulanya, Dayang Sumbi juga tidak menyadari bahwa kstaria tampan tersebut adalah anaknya yang selama ini pergi meninggalkannya. Kemudian, keduanya saling jatuh cinta. Suatu hari, Sangkuriang yang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi yang sedang menyisir rambut Sangkuriang melihat sebuah bekas luka di kepala Sangkuriang.

Ketika itu juga, Dayang Sumbi teringat akan kejadian silam saat ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok. Setelah ia mengetahui bahwa ternyata Sangkuriang adalah anak kandungnya, maka Dayang Sumbi segera memberi tahu kebenarannya. Namun, meski sudah diberitahu oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dengan sekuat Dayang Sumbi berusaha menolaknya, maka ia pun memberikan sebuah syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi. Ia menyuruh Sangkuriang untuk membuat perahu dan telaga (danau) dengan membendung sungai Citarum dalam waktu satu malam.

Sangkuriang yang terlanjur telah jatuh cinta pada ibunya itu langsung menyanggupi dan mengerjakan permintaan itu dengan bantuan sahabat-sahabat jin-nya. Sangkuriang kemudian membuat perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di timur, yang menurut banyak orang tunggul dari pohon itu kini menjadi Gunung Bukit Tanggul. Sedangkan ranting pohon yang ditumpuknya di sebelah barat itu menjadi Gunung Burangrang. Karena dibantu makhluk halus, Sangkuriang hampir menyelesaikan semuanya. Tapi, Dayang Sumbi yang tidak ingin menikah dengan anaknya terus berdoa pada Sang Hyang Tunggal agar Sangkuriang tak bisa menyelesaikannya.

Dayang Sumbi pun mengibaskan kain boeh raring hasil tenunannya, dan seketika kain putih itu bercahaya seperti fajar yang terbit dari timur. Jin yang membantu Sangkuriang mengira bahwa hari telah mulai pagi dan mereka pergi ketakutan. Sangkuriang yang kesal karena hampir menyelesaikan semuanya itu langsung menjebol bendungan danau yang berada di Sanghyang Tikoro, sumbat danau itu ia lemparkan ke arah timur dan kini menjadi Gunung Manglayang. Perahunya sendiri yang telah dibuat itu ditendangnya ke arah utara dan kini menjadi Gunung Tangkuban Parahu. Terlepas dari benar atau tidaknya kisah tersebut, Gunung Tangkuban Parahu telah menjadi primadona Kota Bandung. Banyak orang yang berkunjung ke tempat ini untuk mengabadikan keindahannya. Dan yang bisa Sobat Djadoel ambil dari kisah ini adalah patuhilah orang tuamu.

Friday, July 10, 2015

Mitos Bangunan Tugu Jogja


Tugu Jogja atau yang lebih agan-agan kenal sebagai Tugu Malioboro ini mempunyai nama laen Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih (white paal) merupakan penanda batas utara kota tua Jogja. Tugu Jogja bukanlah tugu sembarang tugu ne gan, tapi tugu jogja ini adalah tugu yang memiliki mitos yang sangat bersejarah dan sejuta misteri di dalamnya, sehingga menjadi salah satu keistimewaan yang dimiliki kota Jogja.

Tugu ini dibangun pada tahun 1755 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta yang mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Jogja dan Gunung Merapi.

Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), hingga akhirnya dinamakan Tugu Golong-Gilig. Keberadaan Tugu ini juga sebagai patokan arah ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I pada waktu itu melakukan meditasi, yang menghadap puncak gunung Merapi. Bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas, sementara bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar, sedangkan bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu golong gilig ini pada awalnya mencapai 25 meter.

Tugu Golong Gilig

Kondisi Tugu Yogya ini berubah total pada 10 Juni 1867, di mana saat itu terjadi bencana alam gempa bumi besar yang mengguncang Yogyakarta, yang membuat bangunan tugu runtuh. Runtuhnya tugu karena gempa inilah yang membuat keadaan dalam kondisi transisi karena makna persatuan benar-benar tak tercermin pada bangunan tugu.

Pada tahun 1889, keadaan Tugu benar-benar berubah, saat pemerintah Belanda merenovasi seluruh bangunan tugu. Kala itu Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan pun menjadi lebih rendah, yakni hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan semula. Sejak saat itulah, tugu ini disebut sebagai De Witt Paal atau Tugu Pal Putih. Perombakan bangunan Tugu saat itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja, namun melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, akhirnya upaya tersebut tidak berhasil. 

Misteri Goa Kiskendo

Goa Kiskendo terletak di desa Jatimulyo kurang lebih 38 kilometer ke arah barat dari kota Yogyakarta. Paling mudah di tempuh melalui Jalan Godean menuju barat ke arah Pegunungan Menoreh mengambil jalur yang menuju Purworejo. Posisi Goa berada di kiri / selatan jalan jalur Godean-Menoreh-Kaligesing-Purworejo. Area goa Kiskendo ini di jaga oleh beberapa orang dan ada juru kuncinya yang akan menemani masuk jika ada pengunjung.
 Goa kiskendo merupakan goa alam yang ada di kawasan Pegunungan Menoreh. Kedalamannya mencapai 1000meter dengan jalur yang bercabang, jalur yang mudah untuk di telusuri sepanjang 600meter dari mulut goa. Dari cerita yang ada konon goa kiskendo ini dilatar belakangi oleh legenda pertemouran Maheso Suro - Lembu Suro melawan Sugriwo-Subali yang ceritanya lengkap dan detail digambarkan di relief didekat mulut goa. Kondisi relief juga masih baik dan terjaga, tidak ada tanda-tanda vandalisme seperti corat-coret.

Goa Kiskendo juga dikenal sebagai tempat yang sakral untuk tempat ritual bertapa. Lokasi yang sering digunakan untuk bertapa di dalam goa kiskendo antara lain Pertapaan Kusuma, Pertapaan Ledhek, Pertapaan Santri Tani. 

Selain tempat pertapaan, kawasan Goa Kiskendo yang asri di sekitar goa juga dijadikan bumi perkemahan. Ada pula taman bermain anak lengkap dengan permainan seperti jungkat jungkit, seluncuran, dan panjat-panjatan. Kawasan ini juga sebenarnya cocok sebagai lokasi outbond training ataupun company gathering.

Bagi yang suka susur goa didekat goa kiskendo ada juga goa Sumitro yang terletak beberapa meter di bawah Kiskendo. Tinggal menghhubungi penjaga saja untuk memasukinya.

Bermainlah ke Goa Kiskendo dan nikmati keasrian dan suasana yang alami dan jangan lupa buanglah sampah pada tempat sampah.

Legenda Cerita Rakyat Kabupaten Sleman Yokyakarta

Gunung Merapi terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah seperti Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten. Menurut cerita masyarakat setempat, dahulu daerah yang kini ditempati oleh Gunung Merapi masih berupa tanah datar. Oleh karena suatu keadaan yang sangat mendesak, para dewa di Kahyangan bersepakat untuk memindahkan Gunung Jamurdipa yang ada di Laut Selatan ke daerah tersebut. Namun setelah dipindahkan, Gunung Jamurdipa yang semula hanya berupa gunung biasa (tidak aktif) berubah menjadi gunung berapi. Apa yang menyebabkan Gunung Jamurdipa berubah menjadi gunung berapi setelah dipindahkan ke daerah tersebut? Ikuti kisahnya dalam cerita Asal Mula Gunung Merapi berikut ini!

* * *

Alkisah, Pulau Jawa adalah satu dari lima pulau terbesar di Indonesia. Konon, pulau ini pada masa lampau letaknya tidak rata atau miring. Oleh karena itu, para dewa di Kahyangan bermaksud untuk membuat pulau tersebut tidak miring. Dalam sebuah pertemuan, mereka kemudian memutuskan untuk mendirikan sebuah gunung yang besar dan tinggi di tengah-tengah Pulau Jawa sebagai penyeimbang. Maka disepakatilah untuk memindahkan Gunung Jamurdipa yang berada di Laut Selatan ke sebuah daerah tanah datar yang terletak di perbatasan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Boyolali, serta Klaten Provinsi Jawa Tengah.

Sementara itu, di daerah di mana Gunung Jamurdipa akan ditempatkan terdapat dua orang empu yang sedang membuat keris sakti. Mereka adalah Empu Rama dan Empu Pamadi yang memiliki kesaktian yang tinggi. Oleh karena itu, para dewa terlebih dahulu akan menasehati kedua empu tersebut agar segera pindah ke tempat lain sehingga tidak tertindih oleh gunung yang akan ditempatkan di daerah itu. Raja para dewa, Batara Guru pun segera mengutus Batara Narada dan Dewa Penyarikan beserta sejumlah pengawal dari istana Kahyangan untuk membujuk kedua empu tersebut.

Setiba di tempat itu, utusan para dewa langsung menghampiri kedua empu tersebut yang sedang sibuk menempa sebatang besi yang dicampur dengan bermacam-macam logam. Betapa terkejutnya Batara Narada dan Dewa Penyarikan saat menyaksikan cara Empu Rama dan Empu Pamadi membuat keris. Kedua Empu tersebut menempa batangan besi membara tanpa menggunakan palu dan landasan logam, tetapi dengan tangan dan paha mereka. Kepalan tangan mereka bagaikan palu baja yang sangat keras. Setiap kali kepalan tangan mereka pukulkan pada batangan besi membara itu terlihat percikan cahaya yang memancar.

“Maaf, Empu! Kami utusan para dewa ingin berbicara dengan Empu berdua,” sapa Dewa Penyarikan.

Kedua empu tersebut segera menghentikan pekerjaannya dan kemudian mempersilakan kedua utusan para dewa itu untuk duduk.

“Ada apa gerangan, Pukulun?[1] Ada yang dapat hamba bantu?” tanya Empu Rama.

“Kedatangan kami kemari untuk menyampaikan permintaan para dewa kepada Empu,” jawab Batara Narada.

“Apakah permintaan itu?” tanya Empu Pamadi penasaran, ”Semoga permintaan itu dapat kami penuhi.”

Batara Narada pun menjelaskan permintaan para dewa kepada kedua empu tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu, keduanya hanya tertegun. Mereka merasa permintaan para dewa itu sangatlah berat.

“Maafkan hamba, Pukulun! Hamba bukannya bermaksud untuk menolak permintaan para dewa. Tapi, perlu Pukulun ketahui bahwa membuat keris sakti tidak boleh dilakukan sembarangan, termasuk berpindah-pindah tempat,” jelas Empu Rama.

“Tapi Empu, keadaan ini sudah sangat mendesak. Jika Empu berdua tidak segera pindah dari sini Pulau Jawa ini semakin lama akan bertambah miring,” kata Dewa Penyarikan.

“Benar kata Dewa Penyarikan, Empu. Kami pun bersedia mencarikan tempat yang lebih baik untuk Empu berdua,” bujuk Empu Narada.

Meskipun telah dijanjikan tempat yang lebih baik, kedua empu tersebut tetap tidak mau pindah dari tempat itu.

“Maaf, Pukulun! Kami belum dapat memenuhi permintaan itu. Kalau kami berpindah tempat, sementara pekerjaan ini belum selesai, maka keris yang sedang kami buat ini tidak sebagus yang diharapkan. Lagi pula, masih banyak tanah datar yang lebih bagus untuk menempatkan Gunung Jamurdipa itu,” kata Empu Pamadi.

Melihat keteguhan hati kedua empu tersebut, Empu Narada dan Dewa Penyaringan mulai kehilangan kesabaran. Oleh karena mengemban amanat Batara Guru, mereka terpaksa mengancam kedua empu tersebut agar segera pindah dari tempat itu.

“Wahai, Empu Rama dan Empu Pamadi! Jangan memaksa kami untuk mengusir kalian dari tempat ini,” ujar Batara Narada.

Kedua empu tersebut tidak takut dengan acaman itu karena mereka merasa juga sedang mengemban tugas yang harus diselesaikan. Oleh karena kedua belah pihak tetap teguh pada pendirian masing-masing, akhirnya terjadilah perselisihan di antara mereka. Kedua empu tersebut tetap tidak gentar meskipun yang mereka hadapi adalah utusan para dewa. Dengan kesaktian yang dimiliki, mereka siap bertarung demi mempertahankan tempat itu. Tak ayal, pertarungan sengit pun tak terhindarkan. Meskipun dikeroyok oleh dua dewa beserta balatentaranya, kedua empu tersebut berhasil memenangkan pertarungan itu.

Batara Narada dan Dewa Penyarikan yang kalah dalam pertarungan itu segera terbang ke Kahyangan untuk melapor kepada Batara Guru.

“Ampun, Batara Guru! Kami gagal membujuk kedua empu itu. Mereka sangat sakti mandraguna,” lapor Batara Narada.

Mendengar laporan itu Batara Guru menjadi murka.

“Dasar memang keras kepala kedua empu itu. Mereka harus diberi pelajaran,” ujar Batara Guru.

“Dewa Bayu, segeralah kamu tiup Gunung Jamurdipa itu!” seru Batara Guru.

Dengan kesaktiannya, Dewa Bayu segera meniup gunung itu. Tiupan Dewa Bayu yang bagaikan angin topan berhasil menerbangkan Jamurdipa hingga melayang-layang di angkasa dan kemudian jatuh tepat di perapian kedua empu tersebut. Kedua empu yang berada di tempat itu pun ikut tertindih oleh Gunung Jamurdipa hingga tewas seketika. Menurut cerita, roh kedua empu tersebut kemudian menjadi penunggu gunung itu. Sementara itu, perapian tempat keduanya membuat keris sakti berubah menjadi kawah. Oleh karena kawah itu pada mulanya adalah sebuah perapian, maka para dewa mengganti nama gunung itu menjadi Gunung Merapi.

* * *

Demikian cerita Asal Mula Gunung Merapi dari Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah, Indonesia. Hingga saat ini, kawah Gunung Merapi tersebut masih aktif dan sering mengeluarkan lahar disertai dengan hembusan awan panas. Sejak tahun 1548, gunung berapi ini sudah meletus sebanyak kurang lebih 68 kali. Hingga cerita ini ditulis (27/10/2010), Gunung Merapi kembali meletus dan mengakibatkan ribuan warga mengungsi, ratusan rumah hancur, serta puluhan orang meninggal dunia, termasuk Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi.

Adapun pesan moral yang dapat dipetik dari cerita atas adalah bahwa orang yang tidak mau mendengar nasehat akan mendapatkan celaka seperti halnya Empu Rama dan Empu Pamadi. Oleh karena enggan mendengar nasehat para dewa, akibatnya mereka tewas tertindih Gunung Jamurdipa. (Samsuni/sas/209/10-10)